
4 Stages of Learning: Panduan Bertumbuh dalam Dunia Kerja
Sebagai manusia yang punya akal dan bisa berpikir. Belajar adalah sebuah proses yang tidak pernah luput oleh setiap insan, terlepas dia sadar dalam mempelajarinya atau tidak. Bedanya, ada yang memang sadar dan paham setelah mengalami, ada juga yang baru jadi tahu hal baru setelah belajar dari buku atau diberitahu orang lain. Tapu di luar itu ternyata ada juga yang merasa dirinya tidak paham atau malah tidak sadar dia paham. Itulah gambaran 4 Stages of Learning, sebuah model yang menjelaskan bagaimana seseorang berkembang dari tidak tahu apa-apa, hingga menjadi ahli yang bisa mengajarkan orang lain.
Model ini terbagi menjadi empat tahap: Unconscious Incompetence, Conscious Incompetence, Conscious Competence, dan Unconscious Competence. Setiap tahap punya tantangan dan pelajaran tersendiri dan sangat relevan dalam dunia kerja, utamanya dalam pengembangan karyawan.
Baca juga: Apa yang Bisa Dipelajari Perusahaan dari Pottery Class Paradox?
Stage 1: Unconscious Incompetence – “Seseorang Tidak Menyadari Kekurangannya”
Di tahap ini, seseorang belum menyadari bahwa dirinya belum punya kemampuan yang dibutuhkan. Ia tidak cukup mampu, ada banyak celah dalam dirinya dan hal itu tidak disadarinya.
Misalnya, seorang karyawan yang tiba-tiba baru saja diangkat sebagai manajer. Ia merasa menjadi leader adalah soal tentang mengambil keputusan semata. Padahal leader juga butuh mendengarkan, memberikan dan menerima feedback dari pihak lain. Namun Ia tidak menyadari kekurangannya tersebut.
Tugas organisasi? Membantu menciptakan kesadaran. Melalui evaluasi yang reflektif, pelatihan leadership yang berdampak, asesmen sederhana, atau feedback terbuka. Mereka yang terlibat dan menjalani akan mulai mengenali kebutuhan organisasi yang sebenarnya.

Stage 2: Conscious Incompetence – “Seseorang Mulai Menyadari Kekurangannya”
Tahap ini sering kali jadi masa paling menantang. Seseorang sudah menyadari bahwa dirinya belum cukup kompeten, dan mulai merasa frustrasi. Namun justru di sinilah proses belajar sebenarnya dimulai. Trial dan error, mencoba memperbaiki diri adalah bagian dari perjalanan ini.
Masih melanjutkan contoh sebelumnya, manajer baru ini mulai menyadari dirinya banyak kekurangan dalam memimpin tim setelah penugasan beberapa bulan. Karena dia sadar akan kekurangannya, Ia juga sadar bagaimana cara menjadi lebih baik.
Fasilitator dan tim L&D perlu hadir sebagai pendamping, mendukung mereka yang ingin berkembang. Saat karyawan merasa aman untuk gagal dan bebas mencoba hal baru tanpa ada tekanan berlebih, mereka akan lebih mudah tumbuh dan bergerak menjadi lebih kompeten.
Stage 3: Conscious Competence – “Seseorang Menyadari Kompetensinya”
Kemampuan sudah mulai terbentuk, tapi belum otomatis. Karyawan bisa menjalankan tugas dengan baik, asal tetap fokus dan mengikuti langkah yang benar. Tahap ini membutuhkan latihan terus-menerus agar keterampilan yang udah diampu menjadi semakin melekat dan semakin mahir.
Sang manajer kini diangkat lagi menjadi senior manajer. Dari berbagai pengalaman memimpin sebelumnya ia sadar bisa membawahi lebih banyak tim. Dia paham berbagai dinamika yang terjadi dalam sebuah tim dan organisasinya.
Di tahap ini, bagaimana caranya menjadi lebih baik lagi? Salah satunya adalah dengan menjalani sepenuh hati. Lebih banyak berinteraksi dengan karyawan atau divisi lain untuk mempelajari dinamika di luar timnya. Sehingga jika terjadi hal di luar kebiasaan sang manajer ini juga kini mampu segera mengambil tindakan dan menjadi penengah yang baik. Repetisi dalam suasana yang mendukung akan memperkuat transisi menuju kompetensi sejati.
Stage 4: Unconscious Competence – “Seseorang Tidak Menyadari Kelebihannya”
Skill sudah menjadi kebiasaan. Tanpa sadar, seseorang bisa menjalankan tugas secara natural dan bahkan mengajarkannya kepada orang lain. Di titik ini, seorang karyawan bisa menjadi mentor, pelatih internal, atau role model dalam tim.
Pada tahap ini, sang manajer telah menguasai seni kepemimpinan sampai pada titik di mana perilaku efektif menjadi hal yang biasa. Seorang bawahan bertanya pada manajer ini dan jawabannya membuat karyawan terpukau. Padahal menurut manajer, jawabannya biasa saja dan bukan bermaksud untuk mengajari. Pengalaman membuat manajer ini memiliki respon yang on-point atau tepat sasaran tanpa membuat bingung penanya.
Namun, berhati-hatilah, jika sudah di tahap ini bukan berarti berhenti belajar. Justru saat ini, proses refleksi ulang dan mengasah intuisi penting dilakukan agar keterampilan tetap relevan dan tidak stagnan.

Key Takeaways dari 4 Stages of Learning
4 Stages of Learning bukan sekadar teori psikologi pendidikan. Ini adalah peta perjalanan yang dapat membantu diri kita mengenali posisi saat ini, serta menyusun strategi bagaimana bisa bertumbuh lebih baik atau membantu orang di sekitar ikut bertumbuh.
Apakah Anda atau tim Anda ada sedang merasa frustrasi karena “belum bisa”? Jika iya, artinya Anda sadar sedang berada di fase penting dalam proses belajar dan ini saatnya Anda untuk belajar lebih giat lagi.
Related Posts

The Learning Paradox, Mengapa Belajar Terasa Sulit?
The Learning Paradox, Mengapa Belajar Terasa Sulit Perubahan dunia kerja akan selalu terjadi tanpa ada aba-aba....

IFG Goes to Campus BINUS, Hatta Kresna Aditya: Menemukan Makna Investasi Diri di Era Modern
IFG Goes to Campus BINUS, Hatta Kresna Aditya: Menemukan Makna Investasi Diri di Era Modern Selasa (21/10) - IFG...

Connected Learning Summit Indonesia 2025 Dorong Inovasi Pembelajaran dan Pembangunan SDM Nasional
Connected Learning Summit (CLS) - Local Event Indonesia 2025 resmi diselenggarakan pada Kamis, 9 Oktober 2025....