Sedikit flashback ke tahun 2011 dimana kami mulai memperkenalkan program game-based learning dan gamification di Indonesia – tentu saja tidak langsung banyak yang percaya. Namun saat ini kami bersyukur makin banyak pihak yang memahami potensi game-based learning dan gamification untuk mendorong perubahan baik di banyak bidang.
Terlepas dari rasa bahagia kami karena antusias masyakat yang semakin tinggi untuk belajar tentang game-based learning, sayangnya masih ada beberapa miskonsepsi atau pemahaman yang kurang tepat terkait game-based learning dan gamification yang kemudian membuat implementasinya menjadi tidak optimal. Dalam artikel ini kami akan coba bahas bebepa miskonsepsi tersebut, agar kita bisa mengimplementasi program game-based learning dan gamification yang lebih baik lagi.
Miskonsepsi Game-Based Learning (GBL)
Mari kita buka artikel kali ini dengan sejumlah miskonsepsi tentang apa itu Game-Based Learning (GBL).
Game-Based Learning Program harus selalu menggunakan game digital
Jika kita terjemahkan secara bebas, game-based learning artinya adalah proses pembelajaran dengan memanfaatkan game sebagai media pembelajaran utama.
Ketika sebuah learning proses memanfaaatkan game, apapun bentuk gamenya (mau game PC, mobile, card game, boardgame, phsycal game), selama kemudian kita gunakan sebagai media pembelajaran utama – maka bisa dillihat sebagai sebuah game-based learning program. Sehingga anggapan bahwa Game-Based Learning Game-Based Learning Program harus selalu menggunakan game digital adalah pandangan yang salah!
Jika kita berangkapan bahwa Game-Based Learning Program harus selalu menggunakan game digital, maka pilihan kita menjadi terbatas. Kita juga menjadi rentan terjebak memaksakan teknologi yang tidak tepat.
Read More: Pentingnya Game-Based Learning Untuk Kesehatan Mental di Tempat Kerja
Game Based Learning hanya cocok untuk pembelajaran asyncronous dan mandiri/individual.
Ketika kita berpandangan bahwa game-based learning harus selalu menggunakan game digital, kita kemudian berpikir ini hanya cocok untuk pembelajaran secara mandiri (digabung dalam LMS yang ada). Kita kemudian jadi terjebak menghadirkan proses learning atas landasan teknologi yang ingin digunakan. Tidak melihat learning culture yang ada. Dengan pendekatan yang tepat, game-based learning bisa sangat efektif dihadirkkan diberbagai ruang pembelajaran. Baik online maupun in-class. Untuk individual maupun group learning.
Satu hal yang mungkin kita perlu perhatikan adalah apa yang menjadi kekuatan dari target learning kita. Apakah mereka lebih nyaman belajar secara komunal/group, ataukah mereka lebih nyaman belajar mandiri/individual? Setelah memahami ini, kita kemudian bisa hadirkan program game-based learning yang sesuai.
Game-based learning program hanya bisa dilakukan dengan educational game.
Hal ini tidak tepat. Game-based learning program tidak selalu harus menggunqkan educational game khusus. Landasan dasar game-based learning adalah experiential learning.
Dengan memahami experiential learning, kita bisa mengetahui bahwa 3 fase peting yang harus dihadirkan:
– Fase pembuka, untuk memotivasi keterlibatan peserta
– Fase Simulasi/Experimen, untuk peserta bisa mengambil keputusan, melakukan aksi, melihat dampaknya – mendapatkan pengalaman
– Fase Refleksi, untuk peserta bisa merefleksikan apa yang dialami, apa yang dipelajari, apa yang dipahami untuk kemudian bisa coba kita motivasi untu diimplementasikan secara luas.
Tiga fase di atas tentu akan lebih mudah dihadirkan ketika game yang digunakan memang didesain untuk tema learning yang ingin kita sampaikan. Namun pada dasarnya kita bisa mengimplementasikan ketiga fase di atas dengan game apapun. Sehingga yang penting dalam proses game-based learning adalah bagaimana kita coba menghadirkan prosesnya, bukan melulu soal teknologinya.
Game-Based Learning = Gamification.
Game-based learning artinya menggunakan game sebagai media pembelaran utama. Gamification secara sederhana memanfaatkan konsep game di luar game itu sendiri. Umumnya untuk memotivasi peserta melakukan tindakan tertentu (yang lebih baik) Ini dua hal yang berbeda.
Miskonsepsi Gamification
Sama halnya dengan game-based learning, gamification saat ini pun sudah mulai populer diterapkan di berbagai organisasi. Tak jauh berbeda, gamificiation rupanya juga mengalami banyak kesalahan dalam pemahamannya. Berikut adalah di antaranya:
Gamification adalah sesuatu yang baru.
Gamification bukan sesuatu yang baru. Sudah diimplementikan sejak lama. Salah satu Implementor program gamification yang baik adalah LetJen Robert Baden Powell yang juga merupakan Bapak Kepanduan Dunia. Banyak aspek kepanduan sejak lama sudah memanfaatkan poin, badge, juga leaderboard – yang notabenya adalah bentuk dari gamifikasi. Memahami bahwa gamifikasi bukan sesuatu yang baru akan menghindarkan kita dari miskonsepsi selanjutnya, yaitu
Gamification harus selalu menggunakan Apps
Tidak harus selalu menggunakan apps. Tentu apps akan memandu implementasi yang lebih baik jika dikembangkan dengan tepat. Tapi awal pemikiranny bukan appsnya, tapi mekanisme (gamification) apa yang paling optimal untuk memotivasi perubahan. Baru kemudian jika dibutukan kita pikirkan/kembangkan appsnya. Jika kita berpikir bahwa gamification selalu butuh apss, kita bisa terjebak sibuk memikirkan appsnya. Sama seperti ketika kita bicara game-based learning, kita malah terjebak oleh teknologi.
Dalam implementasi Gamification yang penting adalah rewardsnya.
Konsep rewards penting sebagai motivator. Tapi konsep gamification yang baik tidak melulu soal reward (eksternal). Tapi bagaimana kita benar-benar mampu memotivasi seseorang untuk coba melakukan perilaku tertentu yang kita harapkan. Sehingga lebih penting dari rewardsnya adalah menyadari bahwa perilaku tertentu yang ingin kita hadirkan, sebaiknya benar-benar bermanfaat untuk target peserta kita. Bukan sekedar “menjebak” mereka.
Mengapa Penting Untuk Memahami Berbagai Miskonsepsi Tersebut?
Beberapa jawaban yang kami tuliskan di atas adalah beberapa miskonsepsi tentang game-based learning dan gamification. Nah, berbagai miskonsepsi ini tentunya membuat membuat implementasi game-based learning dan gamification menjadi sulit, terbatas, dan tidak optimal.
Kemudian kita juga bisa mengoptimalkan berbagai sumber daya yang kita miliki untuk coba menghadirkan program game-based learning dan gamification yang banar-benar mampu menghadirkan perubahan baik.
GABUNG KE GRUP TELEGRAM BEYOND GAME
Group Telegram “Beyond Game” hadir sebagai ruang untuk berbagi informasi dan cerita tentang update implementasi game-based learning, gamification, dan game secara lebih luas.
🔗 Gabung ke Group Telegram Beyond Game melalui tautan di bio kami: https://bit.ly/telegramBG
Related Posts
Integrasi Game-Based Learning dalam Leadership Development Program
1. Definisi, Objektif, dan Implementasi Leadership Development Program Leadership Development Program adalah...
Asah Keterampilan Service Anda Melalui Game: Customer Service 101 Game-Based Learning Program
Pernah merasa kesulitan menghadapi pelanggan yang sulit? Customer Service 101 hadir sebagai solusi inovatif untuk...
Revolusi Baru Pembelajaran Bisnis: EPICS Game-Based Learning Program
Bosan dengan pelatihan bisnis yang membosankan? EPICS hadir sebagai solusi inovatif untuk meningkatkan kemampuan...